Kamis, 21 April 2011

TIGA KARTINI




“mari masuk mbak, sudah ditunggu”. sapa Bik Day pembantu Nyonya Len, sebut saja, anggota Dewan Kota
“Makasih”
akhirnya dipersilahkan masuk, diluar sedang menunggu sepasang suami istri yang anaknya sedang  sakit. “itu siapa?” tanyaku. “biasa, orang minta sumbangan, anaknya sakit, aku bilang bawa saja ke puskesmas, tapi katanya dia tak punya KTP sini”
“oohhh, kenapa dak dikasih “memo” aja, kasihan kan!”
“ngerepotin”!
“Lho, tugas anggota dewan kan memang begitu, ngurusin rakyat..!”
“dia, tuh bukan orang sini, cantik. ngapain di urus, nanti kasih aja sumbangan, beres.  lagian hari ini sibuk, mau arisan sama istri-istri anggota dewan, eh… sarapan yuk”
“Tadi sudah dirumah.!”
“Kebaya nya bagus ya, spesial hari Kartini ya..?
“Iya, ini beli di Jakarta, murah koq, Kebayanya cuma 8 Juta, nggak terlalu mahal, nanti kalau liat punya si Ren, istri Ketua Dewan, harganya 15 juta, lebih bagus lagi, aku dak papalah pakai yang ini, sebenarnya sih ada, tapi nggak enak, nanti dibilang nyaingin ketua, yang ini elegan dan anggun. aku suka”
“memangnya Hari Kartini, mesti pakai kebaya mahal…?”
“Harga bukan masalah, hari ini spesial Hari Kartini, ini perwujudan rasa terima kasih kita kepada Ibu Kartini, bagaimanapun kita harus berterima kasih pada beliau, karena dia perempuan-perempuan bisa bersuara dan melenggang di kancah perpolitikan, karena dia perempuan-perempuan akhirnya lebih dihargai, pendapatnya lebih didengar, dan diterima menjadi anggota masyarakat dengan karya-karya dan prestasinya, Kebaya ini bentuk partisipasi kita..!, jangan lihat kebayanya”
aku cuma diam saja, entah membenarkan atau menyalahkan, seandainya saja uang yang 8 juta buat beli kebaya itu disumbangkan ke masyarakat-masyarakat miskin, atau buat nolong suami istri tadi yang lagi kesusahan karena tidak bisa berobat gratis dengan alasan tidak punya KTP, Pasti Kartini Tersenyum Bahagia disana!.  aku pun jadi mikir juga, kalo kebaya Ny. Len yang Anggota Dewan Kota harganya 8 juta buat Hari Kartini, Bagaimana Kartini-Kartini yang di senayan ya…???.
============
ditraktir teman yang lulus CPNS …
“eh, maaf  lho say, baru sempat hari ini traktir, ini gaji pertamaku sejak jadi CPNS, alhamdulillah akhirnya aku bisa mewujudkan impianku jadi CPNS, aku harus berterima kasih kepada ibu Kita Kartini, karena beliau akhirnya perempuan-perempuan bisa berkarya, berprestasi dan diterima di masyarakat, aku salut dengan Ibu Kartini, seorang pelopor perjuangan hak-hak kaum perempuan. aku bisa mewujudkan impianku jadi guru dan PNS. “Terima kasih ibu Kartini, sungguh besar jasa-jasamu”, katanya sedikit berpuitis.
“Eh, ngemeng-ngemeng abis berapa sih say, kok bisa lulus?”, sedikit berseloroh, takut nih orang tersinggung…
“Nggak banyak, cuma habis 2 hektar kebun, lagian ini juga kan bentuk investasi, mumpung masih ada kesempatan, tahun depan belum tentu, sekarang aja dapat “jatah” bukan maen susahnya..!!”
aku jadi mikir, ini perempuan jadi “Guru” dan “PNS” yang mengajar dan mendidik anak-anak muridnya dengan teladan dan kejujuran, tapi koq caranya gitu ya…??? masih ada nilainya tidak ya kejujuran itu kalau diajarkan oleh (maaf) orang seperti temanku ini?. Ibu kita Kartini pasti “sangat tidak menginginkan perempuan Indonesia seperti ini…!”
Akhirnya, cuma bisa bilang “Eh, ini makanan aku saja yang bayar yaa?, aku yang traktir maksudnya…. heheheh”. agak guyon, nggak enak, takut tersinggung nih teman…
=============
“Apa, Ibu Kita Kartini, gila aja lo, hari gini masih mikir Ibu Kita Kartini, anakku makan apa?, itu yang mesti dipikir!”.
“Maksudku, punya pandangan lain nggak tentang ibu kartini selain yang diketahui, siapa tahu aja bisa jawab?”.
“Ya, iyalah bisa jawab. Ibu Kita Kartini pasti tidak mau melihat perempuan-perempuan yang bodoh dan miskin, yang akhirnya terdesak kebutuhan, lalu jual bodi buat cari makan, Ibu Kita Kartini pasti mengharapkan perempuan-perempuan lebih pintar , cerdas, berprestasi. tapi apa bisa kalau keadaannya seperti aku..!”
“Tapi kan nggak mesti cari duit kayak gini, maaf loh”
“Pengennya sih, kalo punya ijasah, keterampilan dan lapangan pekerjaan, aku juga tidak akan kerja cari duit malem kayak gini, tapi semua itu gak aku miliki, kemiskinan  dan kemiskinan, itu yang harus dijalani setiap hari. aku cuma bisa berharap dan berjuang terus semoga anakku kelak tidak seperti aku, dan anakku bisa jadi “Kartini Masa Depan Indonesia”. katanya bersemangat.
Aku suka sekali semangat dan kejujuran temanku satu ini, kejujuran yang alami bukan kejujuran yang dibuat-buat, semoga Kartini menyukai Kejujuran temanku satu ini.
“Sudahlah, cantik. dimasyarakat mungkin sebagai perempuan Aku tidak dihargai, tapi disini “Tubuhku lebih dihargai”. katanya berseloroh
“Pulang sana, Tamuku sudah datang….. sampai jumpa”. sambil berlalu berlari menyambut seorang pria yang turun dari Mobil Box, di Lokalisasi Simpang Penimur Prabumulih.
Aku, no komen saja.
==============
Ah, Kartini-Kartini
Menemani catatan perjalananku hari ini
Ibu Ku Kartini
Kau terlalu jau dari ku
berentang jarak dan waktu
Kisahmu samar-samar
semangat di surat-surat cuma aksara terpapar
pada buku yang tulisannya sudah sedikit agak samar
Maaf, Ibu Ku Kartini
Aku Tak Mengenalmu Lebih Jauh
====================
Tags : Prabumulih, 21 April 2011, Kartini

1 komentar:

  1. ini Tulisan Kok Bisa HL.... Kompasiana Emang Sangat Menyebalkan Whukakakakakakakak

    BalasHapus